Sabtu, 27 Juni 2015

LAGUKU (part 1)



Aldi.. hanya nama itu yang terlintas di benakku.. nama yang setiap malam kuingat, dan sering kuimpikan, nama yang suatu saat ingin ku lukiskan sosoknya dalam kanvasku, sebuah nama yang selalu menjadi inspirasiku untuk menulis puisi dan novel yang ku terbitkan. aku tidak ingat sejak kapan otakku mulai memikirkanmu. Aldi, kita memang sudah
lama saling mengenal, kita sudah begitu dekat, apalagi ketika kau juga mempunyai hobby yang sama denganku. Kau pintar sekali menorehkan goresan gambar-gambar diatas kanvas dan mewarnainya. Akupun sangat
menyukai lukisan. Walau aku tak semahir dirimu yang memang seorang mahasiswa seni. Tapi hasil lukisanku tak begitu buruk untuk ukuran mahasiswa kedokteran sepertiku. Buktinya banyak dari teman-temanku yang membeli hasil lukisanku. Sebagian dari mereka memesan kepadaku untuk dibuatkan sebuah sketsa wajah, tapi tidak sedikit dari pesanan-pesanan itu yang ku tolak. Aku menolaknya karena mereka memintaku untuk membuatkan sebuah sketsa wajah laki-laki. Bukan aku tak bisa membuatnya, tapi aku tidak ingin tanganku ini menggoreskan sebuah wajah laki-laki. Aku mempunyai mimpi, wajah laki-laki pertama yang ingin ku lukis adalah imamku dimasa depan. Bukan aku sombong menolak permintaan dari teman-temanku. Tapi itu prinsipku. Tidak ingin melukiskan wajah laki-laki. Aku memang sangat menyukai dunia seni. Entah kenapa dan dari siapa darah seni ini mengalir, aku sangat suka melukis, menulis novel, dan menggeluti dunia fotografi. aku sangat berbeda dari keluargaku, kedua orang tuaku adalah dokter umum, sementara kakakku adalah seorang sarjana teknologi informatika. Sedangkan aku sekarang berkuliah di jurusan kedokteran. Tidak sinkron memang dengan minat dan bakatku, tapi itu adalah permintaan dari orang tuaku. Mereka bilang dunia seni itu bukan untuk dijadikan profesi, tapi cukup jadikan sebagai hobby saja. sebetulnya aku sangat malas berkuliah, namun Aldi menyemangatiku, terus memberikan dukungan padaku, dia bilang dia berjanji akan mengajarkanku tentang semua apa yang dia dapat di kampusnya. Banyak sekali kenangan indah bersamanya. Aku hampir bisa mengingatnya dengan detil. Bahkan setiap malam aku selalu membayangkan sosoknya sedang berada di sampingku, memandang bintang yang sama. Bagiku, Aldi bukan hanya sahabat, dia adalah penyemangat hidupku, dia adalah pemilik cinta yang selama ini kupendam, dia Adalah Aldi-ku.
***

04 November 2013
Setahun sudah kita saling mengenal, entah terlihat atau tidak oleh matamu, aku terus menyembunyikan perasaan ini darimu. Aku tidak ingin kau menyadarinya bahwa aku mempunyai rasa lain di sudut hati ini untukmu. Hampir setiap hari kita bertemu. Aku bahagia sekali. Walaupun pertemuan ini tidak seperti sebuah pertemuan romantis antara laki-laki dengan wanitanya, tapi aku sangat senang bisa berada di sampingmu dan lebih bisa mengenalmu secara dekat. Jika aku ingin menemuimu, aku cukup beralasan bahwa aku ingin belajar melukis denganmu, atau aku ingin mengunjungi toko buku untuk melihat apakah buku novel fiksi yang ku terbitkan sudah masuk ke dalam deretan buku best seller atau belum. Alasan-alasan itulah yang membuat kita terus saling bertemu dan berkirim pesan singkat.
“Dinda-ku, hari ini kita ga bisa ketemu. Aku banyak tugas, aku mau beresin  lukisanku dulu, minggu depannya aku ada sidang akhir perkuliahan. Dua minggu lagi kita ketemu yaa..”
            Pesan singkat itu dikirim setelah aku memintamu untuk bertemu di tempat biasa kita menghabiskan waktu bersama. Aku sedikit kecewa dengan isi pesan itu, tapi tak apa, lagipula dua minggu itu waktu yang sebentar.
Dua minggu sudah berlalu, aku mulai menghubunginya lagi, sore harinya kita bertemu di tempat biasa, di studio lukisanmu yang berada di lantai dua, diatas cafĂ© milik orang tuamu. Seperti biasa, kita berbincang di atas atap studiomu yang memang sengaja di buat landai seperti ruangan terbuka agar bisa melukis sambil menikmati udara segar. Sesampainya di studio, kulihat kau sedang melukis, aku menghampirimu, tapi kau segera membereskan alat lukismu,  menutup lukisannya dengan kain hitam, dan mengajakku ke atas studio. Sore ini tampak indah, langit di selimuti senja, menghangatkan angin yang berhembus dari berbagai arah. Aku yang dari tadi berdiri melihat ke bawah, asik menyaksikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya yang berada di depan studio ini. Pandanganku teralihkan ketika melihat kau berdiri di sampingku dengan ekspresi wajah yang juga senang melihat pemandangan yang di suguhkan alam sore ini. Sesekali kau melihat kearahku dan melemparkan senyuman manismu. Mata kita saling bertemu dan menatap, entah kenapa setiap mata kita saling bertemu, hatiku tak menentu, bergemuruh seperti ombak yang berdebur di hamparan pantai. Aku langsung berpura-pura melihat kearah lain, aku tak ingin terlihat salah tingkah di depanmu. Dua jam sudah kita menatap angkasa ini, sinar jingganya pun kini sudah hilang di telan gelap. Ingin rasanya mulut ini mengungkapkan apa yang ku pendam selama ini. Tapi lidah ini terlalu kelu untuk berucap. Ah, Tuhan.. izinkan aku mencintainya, izinkan aku memiliki hatinya, aku ingin terus disampingnya, bukan hanya sebagai teman bicara, tapi sebagai wanitanya, selamanya.

Senja terhampar

 senja melihat

perasaan terlukis

harap tercipta 

***


2 komentar:

  1. kerenn. duh jadi minder nih. tulisanku tidak sebagus tulisanmu. tapi mungkin karena aku sudah lama tak berlatih. nanti aku lanjut baca part yang ke dua...:)

    BalasHapus