24
Juli 2014
“dinda,
aku ingin menemuimu hari ini jam 4 sore. Ini serius. Ada yang ingin kubicarakan
padamu. Kau harus datang yaa. kutunggu di studioku..“
pesan
singkat itu di kirimkan Aldi jam 3 sore. Tumben sekali isi pesan singkatnya
terdengar sangat serius, padahal Aldi yang kutahu adalah orang yang sangat
periang, tingkahnya membuat siapa saja yang melihatnya selalu tersenyum,
kata-kata yang keluar dari mulutnya pun selalu dapat membuat kami yang
mendengarnya tertawa. Tapi
kali ini aku yakin Aldi sedang tidak bercanda. Sore itu aku menemuinya di tempat biasa. Dia terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Wajahnya pucat seperti mayat hidup, Sorot matanya yang tajam membuatku khawatir, apa gerangan yang sedang memenuhi isi kepalanya sore ini dan kenapa dengan Aldi-ku?
“Astaga,, Aldi.. kenapa wajahmu pucat seperti itu? Kamu sakit? Mau kuantar kedokter?”
kali ini aku yakin Aldi sedang tidak bercanda. Sore itu aku menemuinya di tempat biasa. Dia terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Wajahnya pucat seperti mayat hidup, Sorot matanya yang tajam membuatku khawatir, apa gerangan yang sedang memenuhi isi kepalanya sore ini dan kenapa dengan Aldi-ku?
“Astaga,, Aldi.. kenapa wajahmu pucat seperti itu? Kamu sakit? Mau kuantar kedokter?”
“Ah
tidak apa-apa. Aku hanya terlalu banyak bergadang, sudah 3 hari ini aku tidak
tidur karena mengerjakan lukisan-lukisanku. Oh iya, gimana buku yang kamu terbitkan kemarin? Sudah
masuk buku best seller-kah?”
“hmm..
sudah.. satu minggu sejak ku terbitkan, bukuku sudah memasuki jajaran buku best
seller”
“syukurlah,
kamu sekarang makin sukses dengan karya menulismu, lalu.. bagaimana dengan
pelajaran melukismu yang setiap hari kuajarkan?”
“sebenarnya
aku masih kesulitan untuk membuat detail lukisan, tapi lumayan ada peningkatan
sih..”
“terus
tentang hobby photography-mu, katanya kamu mengikuti lomba photography,
hasilnya gimana?”
“view
dari foto-ku masih jelek, jadi aku kalah di lomba itu, tapi tak apalah, aku
bakalan terus mencoba memotret dengan view yang baik”
Kenapa
Aldi menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak begitu penting
menurutku? Aku yakin Aldi sudah tahu semua tentang aku, sehingga aku yakin sekalipun
tak kujawab pertanyaannya, dia sudah mengetahui semuanya.
“Aldi..”
“Dinda..”
Kita
berbicara diwaktu bersamaan. Kita berdua tertawa, tapi tetap saja sorot matanya
seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Aldi tersenyum melihatku, seperti sudah
tahu apa yang selanjutnya biasa kulakukan bersamanya jika kami tak sengaja
berbicara bersamaan.
“FLIP
FLOP!!!” seru-ku pada Aldi.
Permainan
ini memang konyol, kedua orang yang tak sengaja berbicara bersamaan harus
menutup matanya lalu mengucapkan permohonannya dalam hati. Setelah itu lalu
kedua orang itu bersalaman lalu pada hitungan ketiga, kedua orang itu
mengucapkan kata FLIP atau FLOP. Jika yang diucapkan keduanya berlawanan maka
permohonannya akan terkabul, tapi jika sama, maka permohonannya tidak akan terkabul.
Aku langsung menutup mata untuk mengucapkan permohonan. Aku berharap bahwa aku
bisa tetap bersama Aldi menghabiskan waktu bersamanya seperti ini sepanjang
hidupku, tidak ada pria atau wanita lain, tidak ada masa lalu, hanya ada kita
dengan cinta yang sama. Ketika aku membuka mata, Aldi menatapku dengan senyum.
Aku sedikit kaku dengan tatapan matanya, kucoba mengalihkan perhatiannya dengan
menghitung untuk memulai permainannya.
“satuuu..
duaaa.. tiii..”
Tiba-tiba
tangan kanan Aldi menarik tangan kananku yang masih bersalaman, dan tangan
kirinya menarik badanku hingga bibir kami saling menyatu beberapa saat.
“maaf..”
Aldi
melepaskan tangannya. Badanku masih terpaku, fikiranku menjadi kacau. Tak
kusangka ini akan terjadi. Perasaanku berkecamuk. Apa yang membuatnya seperti
ini? Apakah cinta yang selama ini kujaga dan kusimpan rapih akhirnya terbaca
olehnya? Apakah hati ini mulai menemukan pemiliknya? Apa artinya ini? Banyak
sekali pertanyaan-pertanyaan yang melayang dalam fikiranku.
“
akan kuantarkan kau pulang” hanya itu kalimat yang terlontar, lalu dia menarik
tanganku dan menuntunku menuju mobilnya. Sepanjang perjalanan tak ada
sedikitpun kata yang terlontar dari mulut kami. Suasana di dalam mobil sangat
hening. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumahku. Aldi membukakan pintu
mobil untukku. Masih kulihat kesedihan di dalam matanya yang sayu ketika dia
melihatku. Aku harus menanyakan padanya apa yang sebenarnya terjadi. Ketika
mulutku akan berucap dan tanganku ingin menggenggam tangannya, Aldi membalikkan
badannya dan masuk kedalam mobil, kemudian pergi, tanpa sepatah katapun terucap
dari mulutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar