Jumat, 19 September 2014

Cap.. Cip.. Cup.. (Semua orang boleh memilih)



Semua orang boleh memilih

Postingan kali ini bukan mengenai puisi yang “ga jelas” ataupun penggalan cerita fiksiku yang mungkin “membosankan” atau kurang menarik untuk dibaca. ini hanya berisi penggalan pengalamanku saja. Gapapa lah, sedikit curhat hhihi.. hmm.. dimulai darimana dulu yah, bingung, cerita ini cukup panjang jadi aku sedikit bingung untuk memulainya. Karena cerita ini adalah kisah singkat, atau bisa di bilang ringkasan dari kehidupanku. Seperti yang aku ceritakan di postingan sebelumnya, Aku sangat menyukai seni, terutama dalam hal menggambar. Sampai akhirnya aku langsung berkhayal untuk melanjutkan studi ku ke jurusan yang berhubungan dengan seni, namun sayangnya aku bukan berasal dari keluarga seniman. Hampir seluruh keluargaku mulai dari nenek, kakek, bibi, paman, keponakan, semuanya berprofesi sebagai guru. Ada yang menjadi kepala sekolah, guru matematika, guru bahasa inggris, guru bahasa sunda dll. Begitupun dengan kakakku, ketika kuliah dia mengambil jurusan pendidikan akuntansi yang notabene nantinya akan menjadi seorang guru. Aku sempat membicarakan niatku untuk melanjutkan studi yang berhubungan dengan seni dengan keluargaku, awalnya aku mengusulkan untuk mengambil jurusan seni rupa, namun seperti yang aku bayangkan, mereka semua menolaknya. Papahku kemudian mengusulkan agar aku berkuliah di Yogyakarta saja, kabarnya disana ada satu jurusan, entah apa, yang nantinya aku bakalan bekerja di balik layar untuk memproduksi anime, komik, atau apapun yang berhubungan dengan itu. Aku sempat memikirkannya selama beberapa hari, tapi kemudian ide konyol ini keluar. Ya, mungkin kalian akan menertawakanku jika memang kalian saat ini membaca postinganku. Sedikit flashback, ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMA, nenekku meninggal akibat penyakit diabetes yang menggerogotinya selama ini. Yang kutahu sekarang, seseorang yang menderita penyakit diabetes ini tidak hanya akan menderita satu penyakit itu saja, pasien tersebut akan menderita penyakit lain seperti hipertensi, jantung, dan.. dan.. ah sudahlah, aku tidak mau membahasnya. Terlalu sakit untuk mengingatnya.. Saat itu kakekku pun sedang sakit. Sekitar satu setengah tahun sebelumnya kekekku sakit-sakitan kemudian dokter bilang kakekku mengidap penyakit Alzheimer. Semua keluargaku focus dan silih bergantian merawat kakekku hingga melupakan keluhan-keluhan yang dirasakan nenekku. Begitu pula nenekku, beliau sangat mencintai suaminya itu hingga tidak memperdulikan bahwa ada satu penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya. Hari demi hari kakek mulai lupa dengan kami semua, termasuk nama anak dan cucunya. Tapi, ada 2 nama yang dia selalu ingat, yaitu nama nenekku dan sahabat dekatnya yang selalu ada setiap hari membatunya ketika bekerja. Nenek meninggalkan kami semua tahun 2012 dan setahun kemudian kakekku menyusulnya. Aku tidak menyangka jika nenekku akan meninggalkan kami secepat itu. Kisah ini menurutku seperti romeo dan Juliette di dunia nyata, atau seperti kisah film “Habibie dan Ainun” yang diangkat dari kisah nyata. Kepergian nenek seperti pukulan keras bagiku, bagi keluargaku, terutama bagi kakekku saat itu, masih jelas kuingat raut wajahnya ketika kakek melihat nenekku untuk yang terakhir kalinya.. ah sudahlah.. jika aku berkicau lebih lama lagi, aku akan mengeluarkan airmata lebih banyak lagi untuk mengingatnya. lanjut cerita intinya aja yaa.. J
Nah.. karena kejadian itu aku mengusulkan ingin menjadi dokter agar aku bisa mengadakan konsultasi dan pengobatan gratis untuk siapa saja, namun usul itupun ditolak juga, mereka bilang mereka tidak bisa menjamin dapat membiayai kuliahku hingga akhir, dan kalaupun mereka sanggup, akupun harus sanggup dengan pahit manisnya menjadi seorang dokter. Sedikit informasi, aku sangat lemah sekali dengan pelajaran yang menyangkut hitungan, apalagi matematika.. :/
Aku kembali mempertimbangkan semuanya, dan ketika itu aku memutuskan untuk berkonsultasi dengan beberapa orang yaitu guru BK (bimbingan konseling), wali kelas dan beberapa guru yang dekat denganku termasuk guru les (sebenarnya aku tidak mengikuti les privat, beliau adalah guru temanku.. hhehe.. les privat itu membosankan bagiku). Mereka bayak memberiku masukan dan pendapat yang berbeda-beda. Tapi dari kesimpulan yang dapat kutarik semuanya sama. Mereka ingin agar aku lebih peka lagi terhadap diriku sendiri, tentang apa yang aku inginkan, pekerjaan apa yang aku sukai tanpa harus memikirkan penghasilan yang kudapatkan kelak, karena semua manusia itu telah diberikan pintu rezeki nya masing-masing, mereka ingin agar aku menemukan tujuan hidupku. Kemudian aku mulai berfikir kembali dan saat itu aku mulai menyadari apa yang aku inginkan untuk masa depanku. Aku memang bukan berasal dari keluarga konglomerat yang bisa membeli apa saja saat mereka menginginkannya. Saat aku kecil, hal yang paling aku senangi adalah saat mamah mengajakku untuk membeli baju baru. Aku sangat senang karena mamah selalu membelikanku dress cantik, mamah tidak pernah membelikanku celana jeans, mamah lebih suka aku memakai dress. Semua bajuku juga dress, mulai dari baju tidur, baju main hingga baju untuk bepergian. Tapi aku sangat kecewa, marah dan sedih jika aku melihat ada seseorang yang memakai baju yang sama denganku. Aku ingin menegurnya dan merobek bajunya agar tidak memakai baju itu lagi di depanku. Aku selalu ingin memakai baju yang berbeda dari orang lain, baju yang terindah yang dapat mengalihkan perhatian semua orang, aku ingin semua mata tertuju padaku ketika aku mengenakan baju indah itu.  Aku bisa menjadi sangat bahagia jika aku memakai baju yang bagus di hari yang special dalam hidupku dan aku ingin semua orang merasakannya juga. aku merasa sangat optimis untuk bilang bahwa aku ingin menjadi seorang fashion designer, terlebih lagi ada satu kejadian yang membuatku bahagia. Ketika itu aku membuka facebook, aku mengikuti grup fansclub salah satu penyanyi favorit aku, disana aku meng-upload design bajuku. Ternyata tak kusangka banyak komentar pujian yang aku terima, melebihi yang aku bayangkan. Bahkan ada yang sampai berniat merekrutku untuk menjadi asisten designer-nya, karena latar pendidikanku yg masih SMA kala itu, ya walaupun tawarannya sederhana, tapi itu menjadi motivasi yang besar bagiku.  Aku sangat antusias ingin menjadi seorang “Fashion Designer” karena tujuan hidupku adalah agar orang lain bisa menjadi bahagia di hari yang special dan menjadi special di hari-hari biasa. Tapi tak kusangka ternyata keinginan untuk mengambil jurusan Fashion Design-pun ditolak, kakakku yang menolak keras, dia bilang, aku bisa mengembangkan bakatku lewat kursus, tidak harus belajar formal. Karena menjadi seorang fashion designer itu tidak menjamin aku sukses di masa depan. Tak kusangka mamah dan papahku pun setuju dengan gagasan kakakku. Aku kecewa dengan sikap kakakku yang egois, yang hanya menilai sesuatu dari sudut pandangnya saja. Terlebih lagi dia ingin melanjutkan S2 nya di fakultas ekonomi di tahun yang sama denganku. Mamah bilang, mamah tak punya cukup uang untuk membiayai dua orang sekaligus untuk masuk universitas yang membutuhkan banyak biaya. Ya, jurusan fashion design ini untuk ukuran keluargaku terbilang sangat mahal, jika aku saja yang melanjutkan kuliah mungkin masih bisa di biayai, tapi untuk 2 orang? Itu sangat berat. Aku sangat sangat marah dengan sikap egois kakakku itu. Aku bingung harus mengambil jurusan apa dengan kemampuanku yang sangat terbatas ini. Mamah kebingungan memikirkanku yang saat itu belum mengambil keputusan apapun mengenai kelanjutan studiku. Pendaftaran di berbagai universitas sudah hampir di tutup tapi aku belum mendaftar ke universitas manapun. Aku gagal mengikuti seleksi nasional untuk masuk di perguruan tinggi negeri. Mamah semakin cemas melihatku murung. Lalu muncul gagasan-gagasan untuk memasukkanku ke beberapa universitas swasta di bandung dengan jurusan pendidikan biologi, farmasi dan bahasa inggris. Aku tidak menyukai ketiganya, tapi tak ada komentar yang ku lontarkan untuk menolaknya, karena ku tahu, apapun jurusannya sama saja, itu merupakan sesuatu yang tidak kuminati. Sampai akhirnya mamah menawariku beberapa jurusan yaitu Bidan, Perawat, dan Farmasi. Semuanya tidak ada yang menarik bagiku. Tapi mamah mendesakku untuk memilih karena jika kesempatan ini tak ku ambil, aku takkan melanjutkan studi ku tahun ini, semua universitas sudah menutup pendaftarannya dan tinggal disinilah satu-satunya universitas yang membuka gelombang terakhir.
Cap,, cip,, cup,, cap,, cip,, cup.. aku memilih dengan asal-asalan dan akhirnya pilihanku jatuh pada jurusan Farmasi. Dan disinilah aku sekarang. Tidak ada lagi tujuan hidup, pasrah pada takdir, dan menerima semuanya. Untung aku memiliki teman-teman yang sangat baik padaku. Mereka bilang aku belum kehilangan harapan. Mereka bilang lanjutkan saja studiku di farmasi, fokuslah hingga mendapatkan gelar profesi, tapi jangan lupakan tujuan hidupku. Ketika aku lulus nanti, aku bisa membuat satu apotek, dan untuk sementara ini aku hanya perlu focus pada kuliahku, mengembangkan bakatku, dan menabung. Ya,, menabung, mereka bilang menabunglah untuk membeli apa yang kamu butuhkan untuk menjadi seorang fashion designer. Jika kamu membelinya dengan uang hasil tabungan, maka ketika kamu mempunyai satu apotek yang di danai oleh orangtua mu, kamu bisa memakai keuntungannya untuk membangun sebuah butik, simple kan? Cita-cita itu tidak harus di wujudkan langsung, cita-cita yang besar itu butuh proses dan sebuah pengorbanan untuk mencapainya, dan aku rasa, aku telah mengorbankan banyak uang jajan untuk itu. Kini sedikit demi sedikit tabunganku bertambah, selain itu pula untuk melipat gandakan uang jajanku, aku memulai bisnis kecil-kecilan mulai dari jualan baju online, menjadi pebisnis MLM yang keuntungannya hanya 30%, sampai menjual alat-alat laboratorium kepada teman di kampus. Entah aku harus berterimakasih atau mencaci maki pada sikapku yang dulu, ketika aku menentukan nasib dan masa depanku hanya dengan “cap cip cup”. Tapi inilah aku sekarang. Kadang ketika aku terpuruk dibebani oleh tugas-tugas yang menekanku dengan deadline-nya, aku sangat marah pada keputusanku dulu, jika seandainya saja aku bisa sedikit bersikap egios dan memaksa untuk mengambil jurusan fashion design, mungkin aku takkan dibebani oleh tugas-tugas yang sekarang membuatku stress. Tapi kadang aku berterimakasih dengan diriku yang dulu, karena kufikir, dengan menjadi seorang apoteker, aku bisa mewujudkan kedua mimpiku dulu, yaitu memberikan informasi mengenai obat dan penyakit untuk keluargaku agar tidak lagi menyepelekan sebuah penyakit dan obat. Disamping itu akupun bisa menjadi seorang fashion designer. Ya, semoga saja pilihanku ini tidak seburuk yang aku bayangkan, walaupun hingga kini aku masih merasa aku tidak cocok menggeluti bidang yang kini aku tekuni. semoga bisa menjadi pelajaran untuk semuanya bahwa jangan sekali sekali menentukan segala sesuatu itu dengan cap cip cup yaa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar