Semua orang boleh
memilih
Postingan
kali ini bukan mengenai puisi yang “ga jelas” ataupun penggalan cerita fiksiku
yang mungkin “membosankan” atau kurang menarik untuk dibaca. ini hanya berisi
penggalan pengalamanku saja. Gapapa lah, sedikit curhat hhihi.. hmm.. dimulai
darimana dulu yah, bingung, cerita ini cukup panjang jadi aku sedikit bingung
untuk memulainya. Karena cerita ini adalah kisah singkat, atau bisa di bilang
ringkasan dari kehidupanku. Seperti yang aku ceritakan di postingan sebelumnya,
Aku sangat menyukai seni, terutama dalam hal menggambar. Sampai akhirnya aku
langsung berkhayal untuk melanjutkan studi ku ke jurusan yang berhubungan
dengan seni, namun sayangnya aku bukan berasal dari keluarga seniman. Hampir
seluruh keluargaku mulai dari nenek, kakek, bibi, paman, keponakan, semuanya
berprofesi sebagai guru. Ada yang menjadi kepala sekolah, guru matematika, guru
bahasa inggris, guru bahasa sunda dll. Begitupun dengan kakakku, ketika kuliah
dia mengambil jurusan pendidikan akuntansi yang notabene nantinya akan menjadi
seorang guru. Aku sempat membicarakan niatku untuk melanjutkan studi yang
berhubungan dengan seni dengan keluargaku, awalnya aku mengusulkan untuk
mengambil jurusan seni rupa, namun seperti yang aku bayangkan, mereka semua
menolaknya. Papahku kemudian mengusulkan agar aku berkuliah di Yogyakarta saja,
kabarnya disana ada satu jurusan, entah apa, yang nantinya aku bakalan bekerja
di balik layar untuk memproduksi anime, komik, atau apapun yang berhubungan
dengan itu. Aku sempat memikirkannya selama beberapa hari, tapi kemudian ide
konyol ini keluar. Ya, mungkin kalian akan menertawakanku jika memang kalian
saat ini membaca postinganku. Sedikit flashback, ketika aku duduk di bangku
kelas 2 SMA, nenekku meninggal akibat penyakit diabetes yang menggerogotinya
selama ini. Yang kutahu sekarang, seseorang yang menderita penyakit diabetes
ini tidak hanya akan menderita satu penyakit itu saja, pasien tersebut akan
menderita penyakit lain seperti hipertensi, jantung, dan.. dan.. ah sudahlah,
aku tidak mau membahasnya. Terlalu sakit untuk mengingatnya.. Saat itu kakekku
pun sedang sakit. Sekitar satu setengah tahun sebelumnya kekekku sakit-sakitan
kemudian dokter bilang kakekku mengidap penyakit Alzheimer. Semua keluargaku
focus dan silih bergantian merawat kakekku hingga melupakan keluhan-keluhan
yang dirasakan nenekku. Begitu pula nenekku, beliau sangat mencintai suaminya
itu hingga tidak memperdulikan bahwa ada satu penyakit yang sedang menggerogoti
tubuhnya. Hari demi hari kakek mulai lupa dengan kami semua, termasuk nama anak
dan cucunya. Tapi, ada 2 nama yang dia selalu ingat, yaitu nama nenekku dan
sahabat dekatnya yang selalu ada setiap hari membatunya ketika bekerja. Nenek
meninggalkan kami semua tahun 2012 dan setahun kemudian kakekku menyusulnya.
Aku tidak menyangka jika nenekku akan meninggalkan kami secepat itu. Kisah ini
menurutku seperti romeo dan Juliette di dunia nyata, atau seperti kisah film
“Habibie dan Ainun” yang diangkat dari kisah nyata. Kepergian nenek seperti
pukulan keras bagiku, bagi keluargaku, terutama bagi kakekku saat itu, masih
jelas kuingat raut wajahnya ketika kakek melihat nenekku untuk yang terakhir
kalinya.. ah sudahlah.. jika aku berkicau lebih lama lagi, aku akan
mengeluarkan airmata lebih banyak lagi untuk mengingatnya. lanjut cerita intinya
aja yaa.. J
Nah..
karena kejadian itu aku mengusulkan ingin menjadi dokter agar aku bisa
mengadakan konsultasi dan pengobatan gratis untuk siapa saja, namun usul itupun
ditolak juga, mereka bilang mereka tidak bisa menjamin dapat membiayai kuliahku
hingga akhir, dan kalaupun mereka sanggup, akupun harus sanggup dengan pahit
manisnya menjadi seorang dokter. Sedikit informasi, aku sangat lemah sekali
dengan pelajaran yang menyangkut hitungan, apalagi matematika.. :/
Aku
kembali mempertimbangkan semuanya, dan ketika itu aku memutuskan untuk
berkonsultasi dengan beberapa orang yaitu guru BK (bimbingan konseling), wali
kelas dan beberapa guru yang dekat denganku termasuk guru les (sebenarnya aku
tidak mengikuti les privat, beliau adalah guru temanku.. hhehe.. les privat itu
membosankan bagiku). Mereka bayak memberiku masukan dan pendapat yang
berbeda-beda. Tapi dari kesimpulan yang dapat kutarik semuanya sama. Mereka
ingin agar aku lebih peka lagi terhadap diriku sendiri, tentang apa yang aku
inginkan, pekerjaan apa yang aku sukai tanpa harus memikirkan penghasilan yang
kudapatkan kelak, karena semua manusia itu telah diberikan pintu rezeki nya
masing-masing, mereka ingin agar aku menemukan tujuan hidupku. Kemudian aku
mulai berfikir kembali dan saat itu aku mulai menyadari apa yang aku inginkan
untuk masa depanku. Aku memang bukan berasal dari keluarga konglomerat yang
bisa membeli apa saja saat mereka menginginkannya. Saat aku kecil, hal yang
paling aku senangi adalah saat mamah mengajakku untuk membeli baju baru. Aku
sangat senang karena mamah selalu membelikanku dress cantik, mamah tidak pernah
membelikanku celana jeans, mamah lebih suka aku memakai dress. Semua bajuku
juga dress, mulai dari baju tidur, baju main hingga baju untuk bepergian. Tapi
aku sangat kecewa, marah dan sedih jika aku melihat ada seseorang yang memakai
baju yang sama denganku. Aku ingin menegurnya dan merobek bajunya agar tidak
memakai baju itu lagi di depanku. Aku selalu ingin memakai baju yang berbeda
dari orang lain, baju yang terindah yang dapat mengalihkan perhatian semua
orang, aku ingin semua mata tertuju padaku ketika aku mengenakan baju indah
itu. Aku bisa menjadi sangat bahagia
jika aku memakai baju yang bagus di hari yang special dalam hidupku dan aku
ingin semua orang merasakannya juga. aku merasa sangat optimis untuk bilang
bahwa aku ingin menjadi seorang fashion designer, terlebih lagi ada satu
kejadian yang membuatku bahagia. Ketika itu aku membuka facebook, aku mengikuti
grup fansclub salah satu penyanyi favorit aku, disana aku meng-upload design
bajuku. Ternyata tak kusangka banyak komentar pujian yang aku terima, melebihi
yang aku bayangkan. Bahkan ada yang sampai berniat merekrutku untuk menjadi
asisten designer-nya, karena latar pendidikanku yg masih SMA kala itu, ya
walaupun tawarannya sederhana, tapi itu menjadi motivasi yang besar
bagiku. Aku sangat antusias ingin
menjadi seorang “Fashion Designer” karena tujuan hidupku adalah agar orang lain
bisa menjadi bahagia di hari yang special dan menjadi special di hari-hari
biasa. Tapi tak kusangka ternyata keinginan untuk mengambil jurusan Fashion
Design-pun ditolak, kakakku yang menolak keras, dia bilang, aku bisa
mengembangkan bakatku lewat kursus, tidak harus belajar formal. Karena menjadi
seorang fashion designer itu tidak menjamin aku sukses di masa depan. Tak
kusangka mamah dan papahku pun setuju dengan gagasan kakakku. Aku kecewa dengan
sikap kakakku yang egois, yang hanya menilai sesuatu dari sudut pandangnya
saja. Terlebih lagi dia ingin melanjutkan S2 nya di fakultas ekonomi di tahun
yang sama denganku. Mamah bilang, mamah tak punya cukup uang untuk membiayai
dua orang sekaligus untuk masuk universitas yang membutuhkan banyak biaya. Ya,
jurusan fashion design ini untuk ukuran keluargaku terbilang sangat mahal, jika
aku saja yang melanjutkan kuliah mungkin masih bisa di biayai, tapi untuk 2
orang? Itu sangat berat. Aku sangat sangat marah dengan sikap egois kakakku
itu. Aku bingung harus mengambil jurusan apa dengan kemampuanku yang sangat
terbatas ini. Mamah kebingungan memikirkanku yang saat itu belum mengambil
keputusan apapun mengenai kelanjutan studiku. Pendaftaran di berbagai
universitas sudah hampir di tutup tapi aku belum mendaftar ke universitas
manapun. Aku gagal mengikuti seleksi nasional untuk masuk di perguruan tinggi
negeri. Mamah semakin cemas melihatku murung. Lalu muncul gagasan-gagasan untuk
memasukkanku ke beberapa universitas swasta di bandung dengan jurusan
pendidikan biologi, farmasi dan bahasa inggris. Aku tidak menyukai ketiganya,
tapi tak ada komentar yang ku lontarkan untuk menolaknya, karena ku tahu, apapun
jurusannya sama saja, itu merupakan sesuatu yang tidak kuminati. Sampai
akhirnya mamah menawariku beberapa jurusan yaitu Bidan, Perawat, dan Farmasi.
Semuanya tidak ada yang menarik bagiku. Tapi mamah mendesakku untuk memilih
karena jika kesempatan ini tak ku ambil, aku takkan melanjutkan studi ku tahun
ini, semua universitas sudah menutup pendaftarannya dan tinggal disinilah
satu-satunya universitas yang membuka gelombang terakhir.
Cap,,
cip,, cup,, cap,, cip,, cup.. aku memilih dengan asal-asalan dan akhirnya
pilihanku jatuh pada jurusan Farmasi. Dan disinilah aku sekarang. Tidak ada
lagi tujuan hidup, pasrah pada takdir, dan menerima semuanya. Untung aku
memiliki teman-teman yang sangat baik padaku. Mereka bilang aku belum
kehilangan harapan. Mereka bilang lanjutkan saja studiku di farmasi, fokuslah
hingga mendapatkan gelar profesi, tapi jangan lupakan tujuan hidupku. Ketika
aku lulus nanti, aku bisa membuat satu apotek, dan untuk sementara ini aku
hanya perlu focus pada kuliahku, mengembangkan bakatku, dan menabung. Ya,,
menabung, mereka bilang menabunglah untuk membeli apa yang kamu butuhkan untuk
menjadi seorang fashion designer. Jika kamu membelinya dengan uang hasil
tabungan, maka ketika kamu mempunyai satu apotek yang di danai oleh orangtua
mu, kamu bisa memakai keuntungannya untuk membangun sebuah butik, simple kan?
Cita-cita itu tidak harus di wujudkan langsung, cita-cita yang besar itu butuh
proses dan sebuah pengorbanan untuk mencapainya, dan aku rasa, aku telah
mengorbankan banyak uang jajan untuk itu. Kini sedikit demi sedikit tabunganku
bertambah, selain itu pula untuk melipat gandakan uang jajanku, aku memulai
bisnis kecil-kecilan mulai dari jualan baju online, menjadi pebisnis MLM yang
keuntungannya hanya 30%, sampai menjual alat-alat laboratorium kepada teman di
kampus. Entah aku harus berterimakasih atau mencaci maki pada sikapku yang
dulu, ketika aku menentukan nasib dan masa depanku hanya dengan “cap cip cup”.
Tapi inilah aku sekarang. Kadang ketika aku terpuruk dibebani oleh tugas-tugas
yang menekanku dengan deadline-nya, aku sangat marah pada keputusanku dulu,
jika seandainya saja aku bisa sedikit bersikap egios dan memaksa untuk
mengambil jurusan fashion design, mungkin aku takkan dibebani oleh tugas-tugas
yang sekarang membuatku stress. Tapi kadang aku berterimakasih dengan diriku
yang dulu, karena kufikir, dengan menjadi seorang apoteker, aku bisa mewujudkan
kedua mimpiku dulu, yaitu memberikan informasi mengenai obat dan penyakit untuk
keluargaku agar tidak lagi menyepelekan sebuah penyakit dan obat. Disamping itu
akupun bisa menjadi seorang fashion designer. Ya, semoga saja pilihanku ini
tidak seburuk yang aku bayangkan, walaupun hingga kini aku masih merasa aku
tidak cocok menggeluti bidang yang kini aku tekuni. semoga bisa menjadi
pelajaran untuk semuanya bahwa jangan sekali sekali menentukan segala sesuatu
itu dengan cap cip cup yaa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar