Kamis, 19 Februari 2015

Perempuan Bergaun Hitam

"Teh.. teteh.. kita mau kemana?"
Mulutku terus saja bertanya, tapi perempuan yang sedang menyeret dan menggenggam tanganku itu tetap tak bergeming. Dia hanya melemparkan senyuman padaku dan terus berjalan menggenggam tanganku. Aku tak tahu kalau itu hari terakhir aku bertemu dengannya. Selama aku mengenalnya, perempuan ini tak pernah berbicara sepatah katapun. Entah memang dia dilahirkan tidak bisa bicara atau dia malas saja untuk mengeluarkan kata-kata. Tapi dia sering mengajakku bermain bersama hewan peliharaannya. Hingga kini aku tak mengetahui namanya. Sejak kecil aku hanya memanggilnya dengan sebutan 'teteh' (panggilan untuk kakak perempuan dalam bahasa sunda) karena usianya memang lebih tua dariku saat itu. Tapi kini, setelah aku tumbuh dewasa, perempuan itu terlihat lebih muda dariku. Jika kulihat dari penampilannya, aku memperkirakan usianya sekitar 15 tahunan. Tapi karena aku sudah terbiasa memanggilnya 'teteh', sampai sekarangpun jika aku bertemu dengannya aku terus memanggilnya dengan sebutan itu. Dia berbeda dariku. Dia selamanya tidak akan tumbuh tua, karena dunianya yang berbeda dariku. Dia sering mengajakku bermain di sebuah sekolah di samping rumah tempat aku tinggal. Bersama peliharaanya kami sering bermain dan tertawa bersama. Dia cantik, berambut panjang dengan poni depan, memakai dress hitam sepanjang lutut dan pentopel hitam cantik yang menghiasi kakinya. Dia hanya datang mengajakku bermain jika aku sedang berada di rumah. Maklum, kini aku memang jarang berada di rumah, karena sekarang aku kuliah di sebuah universitas swasta yang jauh dari rumah dan memaksaku untuk kost di dekat universitas itu. Aku pulang hanya pada hari sabtu minggu, dan pada libur semester yang lumayan panjang. Kita hanya bermain malam hari, itupun jika dia datang ke dalam mimpiku. Ya, aku dan dia hanya bertemu melalui mimpi. Tapi akhir akhir ini aku tidak pernah bertemu dengannya setelah kejadian itu.
 Waktu itu libur panjang semester, selama beberapa minggu aku diam dirumah menghabiskan liburanku, dan setiap malam aku bertemu dan bermain dengan dia dan teman-teman "mimpi"ku yang lainnya. Dia membangunkanku malam itu, menggenggam tanganku dan menariknya ke sebuah bangunan sekolah. Malam itu tak seperti biasanya, aku mulai bosan dengan rutinitasku yang harus bermain tengah malam sementara tubuhku yang asli terbaring pulas diatas kasur empuk. Aku bilang padanya bahwa aku bosan bermain dengannya dan aku lelah jika setiap malam aku harus bermain dan terbangun di pagi hari dengan mata yang masih mengantuk dan tubuh yang lelah seperti sudah begadang semalaman. Wajahnya berubah menjadi sedih, dia mengernyitkan dahinya dan menekuk mulutnya seolah dia tidak percaya aku akan mengatakan itu padanya. Dia melepaskan genggamannya dan pergi bersama peliharaannya meninggalkanku di tengah malam yang gelap. Sejak saat itu aku tak pernah memimpikannya lagi. Aku tak sengaja mengusirnya di mimpiku. Tidurku sekarang pulas tanpa bermimpi yang aneh-aneh. Dan walaupun aku bermimpi, tapi mimpiku itu sangat normal dan tidak membuatku lelah ketika terbangun di pagi harinya. Tapi aku merasa bersalah pada 'teman mimpi'ku itu. Aku sudah mengatakan kata-kata yang kasar padanya. Ingin sekali aku mengatakan ini padanya jika kita bertemu lagi "ayo kita bermain lagi! Tapi aku bingung harus memanggilmu apa, bolehkah aku tau siapa namamu?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar